Sun Life Financial di Tangan Nahkoda Baru
WE Online, Jakarta – Sun Life Financial Indonesia (Sun Life) belum lama ini menunjuk Elin Waty memimpin Sun Life. Sejumlah hal menjadi fokus “Srikandi” ini dalam memperkokoh posisi Sun Life di pasar asuransi Indonesia ke depan.
Sun Life sangat fokus mengembangkan agen sebagai ujung tombak penjualan. Agen yang berkualitas akan menguntungkan perusahaan dan pelanggan. Pengembangan pasar asuransi syariah juga menjadi pilihan strategi memperkuat posisi Sun Life di Indonesia. Agen khusus dan produk syariah terus dikembangkan dalam kepemimpinan Elin Waty.
Presiden Direktur baru ini melihat potensi pasar asuransi syariah di Indonesia masih sangat besar, terlepas pasar asuransi konvensional juga masih sangat besar. Reporter Warta Ekonomi Arif Hatta dan Sufri Yuliardi (fotografer) mengupas rencana-rencana perusahaan asuransi ini di bawah kepemimpinan Elin Waty.
Berikut ini nukilan wawancaranya:
Apa yang membuat Sun Life bisa eksis sampai hari ini?
Sun Life itu pertama kali ada di Indonesia dari tahun 1920-an. Sempat keluar waktu zaman Perang Dunia Kedua. Lalu kembali lagi ke Indonesia dan bekerja sama dengan Modernland 20 tahun yang lalu. Jadi, sebenarnya kita sudah ada di Indonesia sudah dua puluh tahun. Cuma memang banyak yang bertanya kenapa Sun Life itu kesannya diam di tempat.
Sebenarnya tidak diam di tempat kalau menurut saya. Satu, kita sebagai perusahaan lebih konservatif. Kita ingin memastikan nasabah itu nomor satu. Jadi hal-hal yang kita lakukan harus memastikan nasabah menjadi nomor satu. Lalu harus dipastikan pertumbuhannya itu konsisten. Jadi, bukan naik sekali lalu turun, tapi kita ingin memastikan pertumbuhannya itu stabil.
Sun Life sudah membuktikan pada saat sulit tahun 1998 dan 2008. Pada tahun 1998, banyak perusahaan keluar, kita tidak keluar. Kita tetap ada di sini. Walaupun kondisinya tidak gampang, tapi kita tetap tidak keluar dari Indonesia. Jadi, itu yang membuat saya merasa Sun Life punya komitmen yang cukup besar untuk masyarakat Indonesia. Itu juga yang membuat saya tertarik untuk bergabung.
Bagaimana Anda melihat Sun Life dari kaca mata nasabah?
Sulit karena saya tidak bisa mewakili. Saya hanya bisa lihat dari data karena buat saya itu lebih benar. Nasabah kita itu banyak long term customer dan nasabah kita itu banyak yang punya polis dari Sun Life lebih dari satu. Jadi, rata-rata nasabah kita itu punya 1,8 polis.
Jadi, artinya secara rata-rata, nasabah kami punya lebih dari satu polis dengan Sun Life dan itu hanya bisa kejadian kalau dia merasa pelayanan yang kita berikan itu baik dan kalau dia merasa pelayanan kita tidak baik maka pasti ditinggalkan.
Kedua, ini cukup unik. Waktu tahun 1998-an, kita membayar klaim dari nasabah lama. Nasabah tersebut membeli polis pada 1923-an atau 1930-an, ini polis-polis lama yang dibeli zaman sebelum perang. Yang satu pakai bahasa Belanda dan satunya lagi dengan bahasa Inggris. Kita kirim ke Kanada dan Kanada ada record-nya memang dia nasabah kita dan kita bayar klaimnya. Nah, menurut saya, itu menunjukkan salah satu komitmen. Jadi, selama ini tingkat keluhan kita rendah
Boleh dibilang, kita tidak ada keluhan yang sampai harus masuk di OJK (Otoritas Jasa Keuangan –Red). Nah, mungkin yang memegang peranan penting juga agen. Konsep agency Sun Life agak beda. Kita ingin agen itu jadi most respective agency, jadi agensi yang paling disegani dengan program kita yang namanya Most Respective Agency (MRA). MRA itu memiliki empat nilai yakni caring, professional, inspiring, dan winning.
Apakah sudah dapat dilihat dampaknya pada sales dengan adanya program tersebut?
Kita belum pernah ukur secara langsung karena MRA baru kita luncurkanselama setahun terakhir. Namun kalau kita lihat Sun Life bertumbuh cukup konsisten selama tiga tahun terakhir ini, terutama di agency business, kita tumbuh lebih kurang tiap tahun 40%-an. Tahun lalu, industri minus. Kita tumbuh 42%. Tahun sebelumnya industri tumbuh10%, kita tumbuh 60%-an. Tahun ini sampai kuartal II kemarin, industri tumbuh tujuh persen, sementara Sun Life tumbuh 41%.
Jadi, pertumbuhan kita konsisten dan hal tersebut mendidik agen. Dan itu kelihatan dari jumlah MDRT (Million Dollar Round Table). MDRT kita naiknya cukup signifikan. Tahun lalu, kita punya MDRT sebanyak 69 orang. Padahal satu persen dari agen seluruh dunia yang bisa mencapai MDRT. Kita lihat kualitas agen kita mulai naik, kelihatan dari kualitas agen.
Apakah sejauh ini kinerja Sun Life sudah sesuai ekspektasi?
Saya secara pribadi orangnya cukup ambisius sebenarnya. Saya orang Indonesia, saya mengerti pasar Indonesia, saya tahu potensinya besar, dan Sun Life punya potensi untuk lebih besar. Tapi, yang saya senang adalah grup percaya, tahun lalu ketika saya meminta uang sama mereka, saya butuh uang dan mereka kasih. Jadi, mereka kasih saya US$40 juta. Mereka mengerti Indonesia mempunyai potensi yang lebih besar.
Sekarang distribusi utama kita masih dari agency dan kita lihat agency business naik cukup signifikan. Tapi kita sebenarnya multi distribusi. Kita punya telemarketing. Kita mau kuatkan dulu jalur agency. Kalau agency sudah kuat atau sudah mulai masuk ke rel yang benar maka kita akan kuatkan distribusi yang lain. Sekarang agency kita tumbuh cukup signifikan dengan kualitas yang lebih baik.
Jadi, kita sekarang mulai kita benarkan jalur yang lain. Mudah-mudahan kalau tidak ada halangan, kalau mendapatkan persetujuan dari OJK bulan ini, Sun Life akan mempunyai mitra baru, salah satu bank besar yang akan kita ajak kerja sama.
Bagaimana komposisi channel distribution sekarang?
Agency itu 70%.Jalur telemarketingdan lainnya lebih kurang 30%.
Apakah akan ada perubahan channel distribution ke depan, misal memperkuat bancassurance?
Bancassurance sebenarnya mahal. Mungkin perubahan strategi tidak ada. Sun Life selalu bilang ingin menuju multi-distribution, tapi apakah kita akan menuju fifty-fifty, kalau menurut saya butuh waktu. Sekarang agency sudah berada di rel yang tepat. Agency tidak akan berhenti tumbuh. Menurut saya pada akhirnya harusnya lebih kurang sama, tapi saya tetap yakin kalau dalam lima tahun mendatang agency pasti masih lebih tinggi karena mereka sekarang sudah “lari duluan”.
Sebagai CEO baru, apa strategi anda memimpin Sun Life?
Kalau dari sisi distribusi, kita akan memastikan bahwa distribusi Sun Life adalah jalur multi distribusi. Jadi, agency harus tetap jalan dengan kualitas yang lebih baik. Kita tidak bermain kuantitas, tapi kita bermain kualitas melalui most respective agency. Lalu saya benar-benar fokus pada pasar syariah.
Jadi, saya membangun agency khusus syariah sendiri. Itu sudah mulai menunjukkan hasil karena kita baru bangun tahun lalu, sekarang kita punya agen sudah lebih kurang seribu. Kita sudah punya kantor 43 kantor agency syariah di seluruh Indonesia. Kontribusi masih belum besar, sekarang hampir 15% kontribusinya terhadap premi agency secara keseluruhan.
Namun kalau kita melihat jalur distribusiyang baru dibentuk Juli tahun lalu dalam satu tahun bisa kontribusinya 15%, jadi menurut saya besar sekali. Lagipula, belum ada yang membuat. Sun Life adalah satu-satunya perusahaan asuransi jiwa yang punya saluran distribusi khusus agensi syariah. Produknya juga kita memang membuat produk khusus syariah, seperti produk haji.
Menurut kami, potensi pasar syariah besar sekali, tapi kita harus jalankan dengan benar makanya Sun Life berani membangun agency khusus syariah. Dari sisi produk, pengembangan produk itu sangat penting dan bagaimana bisa seimbang antara kebutuhan proteksi dan kebutuhan investasi karena memang ada orang-orang tertentu yang membutuhkan proteksi dan ada orang-orang tertentu yang proteksinya sudah cukup, lebih ingin ke unsur tabungan dan investasinya.
Ketiga, kita ingin fokus sekali pada teknologi. Jadi, saya merasa kalau teknologi ini kita kembangkan. Kita punya beberapa advantage. Kita baru luncurkan semacam ilustrasi pemasran produk lewat Android untuk agen. Aplikasi tersebut dikembangkan sendiri. Kita pastikan distributor tidak menggunakan teknologi yang lama, mereka harus diperbarui. Menurut saya, teknologi adalah kunci.
Kita juga ingin membuat orang lebih banyak mengenal brand Sun Life makanya branding itu salah satu hal yang penting. Branding juga harus cerdas. Kita tidak bisa buang-buang uang untuk branding sembarangan. Salah satu yang kita lihat adalah media sosial itu adalah branding yang terbaik. Pengguna internet di Indonesia itu besar sekali. Salah satu pengguna internet yang terbesar di dunia. Katanya orang Indonesia itu menghabiskan waktu sekitar 4-6 jam untuk media sosial.
Apakah background (distribution channel) Anda sebelum CEO menentukan prioritas Sun Life sekarang?
Sebenarnya saya pernah menjadi chief operation officer juga.Saya pernah di project management, jadi saya pernah mengerjakan project. Memang, latar belakang saya kebanyakan mulainya dari distribusi. Saya pernah di agency, tapi saya juga pernah di operations. Jadi, waktu saya di operations, saya merasa bisa mengerjakan tugas lebih baik karena mengerti perasaan orang sales. Begitu juga saat mengerjakan project, saya juga tahu orang operations maunya seperti ini.
Menurut saya, perusahaan yang bagus maka pertama kali yang harus kelihatan adalah sales. Namun bagaimana caranya secara bersamaan membangun kepuasan nasabah. Itu yang saya rasa sangat penting.
Bagaimana Sun Life memaknai kondisi perekonomian saat ini sebagai kesempatan?
Kalau Sun Life melihat kesempatannya besar sekali. Jadi, satu, saya tekankan kepada agen bahwa kita pernah mengalami kondisi yang lebih jelek dari ini, tapi kita rebound terus dan rebound-nya gila-gilaan. Kita justru mengajari agen untuk balik karena waktunya beli atau waktunya melakukan top up. Karena apa? Kita bisa bilang ada seperti diskon untuk harga produk.
Jadi, ini ada unsur diskon dan kita mengajari agen kita bahwa kamu harus balik ke nasabahmu dan mengatakan bahwa ini adalah saat yang tepat buat beli. Kenapa? Karena dengan beli sekarang maka dia akan dapat unit yang lebih banyak. Jadi, kita malah melihat ini sebagai potensi. Sun Life melihat ini sebagai potensi. Saya orang yang optimistis.
Sumber: Majalah Warta Ekonomi Edisi 19
Leave a Reply